Kamis, 02 Desember 2010

Catatan Hari Balada 27 - 28 November 2010

by Galih Nugraha Su on Friday, 03 December 2010 at 01:29
Bisa jadi hanya terjadi di Indonesia saja di hari ini. Para pemusik balada melakukan kampanye lingkungan, bukan kampanye besar, namun kampanye yang seadanya saja. Hari Balada yang berlangsung 2 hari, menengok dan berbagi kisah kosong tak kosong hingga kisah baru dengan warga desa di sekitar sungai Cidurian. Warga-warga bebersih sungai dari sampah, warga-warga tersenyum sebab mereka memiliki kebudayaannya sendiri, warga-warga apik serta ramah sebab mereka mengerti bahwa semua yang ada di sekitarnya adalah kantung ekonomi yang membuat mereka mandiri.

***

Sungai adalah gambaran. Kering sebab kemarau panjang. Ia jernih jika digunakan dengan baik dan kembali memberi kegunaan. Keruh dan tidakkah nantinya?

Sungai seperti ibu dan teteknya. Ia subur jika kamu menyayanginya, ia subur jika ditopang materi yang layak. Memberi tanpa pamrih, jika ia tidak memendam berbagai masalah dari hulu sampai anak sungainya berakhir di laut. Kalau saja tidak ada kekerasan padanya, air teteknya pun tidak akan mampat sebab terlalu lelah atau kurang gizi.

Sungai memang gambaran tingkahlaku. Dari hulu daun-daun mengendap ratusan tahun untuk menghasilkan mata air dari tumpukannya yang melebur menjadi tanah basah. Mengalir hasil mata airnya bersama-sama, menjadi satu kesatuan besar membentuk sungai. Jika terlalu banyak kekotoran pada awalnya, berapa banyak kehidupan akan berhenti hidup, sebab air yang memberi hidup tidaklah mengalir. Sungai adalah instant karma, yang selalu membayar lunas sebuah tingkahlaku.

Sungai adalah industri mandiri yang berdiri tanpa campur tangan kepentingan lain untuk menghidupi kehidupan di sekitarnya. Jika pihak lain mengotori, maka akan terjadi saling tunjuk untuk saling menyalahkan dari yang mengambil kehidupan dan isinya. Hal ini, tentu hanya terjadi dari yang menumpang hidup di luar kehidupan sungai. Sungai memang gambaran mandiri, yang rawan menjadi korban kekerasan dan pelecehan yang sudah dianggap wajar.

Bukan saja mengenai balada dan pemusik balada. Balada tidaklah pula ada, jika tidak ada pencerita dan pencatat. Meskipun cerita di sekitarnya amatlah banyak.

Pencerita tidaklah punya peran penting dalam berbuat, ia hanya bercerita, hanya penyampai pesan. Sudinya, ia sendiri tidak begitu paham betul akan cerita di masa depan. Sebab pencerita adalah pengamat yang tidak akan mampu bercerita lebih lanjut ketika ceritanya semakin usang besok, sebab ia berkata dengan ungkapan lisan. Ia hanya bercerita kemungkinan-kemungkinan, ia hanya bercerita mengenai masalalu, ia hanya bercerita mengenai hari ini.

Kemungkinan hanyalah mimpi dan harapan dari kematian pohon, untuk menghidupi sekitarnya menjadi bibit air, lalu menjadi sungai. Semoga manusia pun ikut membantu, membersihkan dan menjaga sungai. Agar sungai tetap mampu memberikan air teteknya pada anak-anak tanpa harus kekurangan gizi.


Terimakasih untuk warga Cidurian. Terimakasih untuk Mukti-Mukti, Ganjar Noor, Ary Juliyant, Rizal Abdulhadi, Egi Fedly, Deny, saya diajak ikut ke sana. - Bandung 29 November 2010, Galih Su.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar