Jumat, 10 Desember 2010

BALADA HIJAU: SUARA dan PESAN RINDU PADA ALAM


Bumi Sangkuriang Country and Ballad Community bersama Hotspot Art Production bekerjasama dengan Bumi Sangkuriang dan Melinda Hospital, kembali menggelar pagelaran rutinnya pada Rabu malam lalu (8/11). Konser yang bertajuk Balada Hijau ini menjadi persembahan ketiga dari Bumi Sangkuriang Country and Ballad Community setelah sebelumnya menggelar Balada untuk Wawan Juanda serta Balada untuk Bencana pada bulan Oktober dan November lalu.
Menampilkan karya-karya yang bertemakan tentang alam dari sejumlah musisi balada  seperti Ully Hary Rusady bersama Kelompok Nyanyian Alam, Mukti Mukti,  Ganjar Noor, Sorasada, Sunek serta Ary Juliyant. Konser Balada Hijau yang berlangsung dari pukul 20.30-24.00 WIB dan dipandu 4 Perempuan ini, digelar untuk menyampaikan pesan tentang keresahan akan alam yang sudah rusak dan ajakan untuk menata dan menjaganya kembali.

Lagu Carita dari album Angin Selatan milik Mukti Mukti, menjadi pembuka  hangat pada pagelaran Balada Hijau malam itu. Sebuah lagu yang menceritakan tentang meletusnya  gunung Krakatau pada tahun 1883. Lagu lainnya yang dibawakan oleh Mukti Mukti adalah Do’a untuk Indonesia yang pada malam itu pertama kalinya dibawakan lewat kolaborasi bersama Ary Juliyant.
Kerinduan akan keharmonisan alam, itulah yang menjadi benang merah di konser kali ini. Bertajuk Balada Hijau karena memang warna hijau dikenal sebagai simbol dari keharmonisan alam itu sendiri” tegas Egi Fedly selaku koordinator acara sekaligus koordinator Bumi Sangkuriang Country and Ballad Community.

Disinggung mengenai Konser Balada Hijau, Mukti Mukti juga menambahkan jika maksud  acara ini bukan hanya sebagai wadah silaturahmi dan apresiasi karya dari para musisi balada, tapi juga mengingatkan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Tidak hanya itu, lebih jauh Mukti mengungkapkan Konser Balada Hijau adalah sebagai wujud untuk mengawal masyarakat-masyarakat yang berkegiatan dan mempunyai kesadaran untuk menjaga serta peduli terhadap lingkungannya.

Alam itu harus seimbang, dan keseimbangan alam sebenarnya bergantung pada moral manusia bagaimana dia memperlakukan alam dan dirinya sendiri” ujar Mukti Mukti.

Ganjar Noor kemudian mengungkapkan penegasan cintanya terhadap alam lewat lagu Cinta Bagiku. Pada lagunya, cinta bagi Ganjar bukan hanya tentang cinta terhadap manusia saja, tapi juga kecintaan terhadap alam.

Sorasada yang kemudian mencoba tampil menjadi kelompok yang  menghadirkan estetika musik etnik dan modern  dengan perpaduan lirik sunda yang syarat makna. Diantaranya lagu Pasundan Kiwari yang menceritakan keadaan tanah pasundan yang kini juga mulai rusak, serta lagu Pikukuh Darma Siksa yang menceritakan perlunya setiap orang berprilaku baik agar mendapatkan kondisi dunia atau alam yang juga baik.
Dengan sentuhan warna musik country ballad,  Sunek yang juga berkolaborasi dengan Ary Juliyant tampil menyampaikan beberapa pesan beragam lewat beberapa karyanya. Pegunungan Utara menceritakan pentingnya menjaga kelestarian pegunungan utara yang menjadi pundi-pundi hawa kota Bandung.  Lagu Ingatlah yang mengungkapkan keprihatinan terhadap berbagai bencana  alam yang pernah terjadi di Indonesia, serta Tingali Tah, lagu milik Ary Juliyat, yang menyampaikan teguran dan ajakan kepada pihak-pihak lembaga yang mengurus kelestarian alam.
Penampilan Ully Hary Rusady bersama Kelompok Nyanyian Alam yang begitu dinanti-nanti semakin menjadi alasan kuat untuk menghiraukan hujan malam itu. Beberapa lagu tentang alam seperti Hutan Rumah Kita, Mahabarata, Balada Anak Nelayan dan Padamu yang Jauh Disana disajikan  dengan karakter vocal dan lirik khas Ully Rusady yang dibalut dengan sentuhan warna musik balada etnik dari Kelompok Nyanyian Alam benar-benar dinikmati semua audience yang hadir malam itu.
Bagi Ully Rusadi dan Kelompok Nyanyian Alam, kesempatannya turut tampil di pagelaran Balada Hijau adalah pelampiasan rasa rindu setelah cukup lama waktunya dihabiskan dengan kesibukan sebagai aktivis lingkungan hidup dan koordinator posko relawan Merah Putih.
Jujur, saya senang sekali bisa tampil dan berkumpul lagi seperti malam ini. Bisa dibilang acara ini menjadi pelampiasan rindu saya setelah beberapa waktu ini saya difokuskan dengan kegiatan-kegiatan untuk pelestarian alam dan penanggulangan korban bencana” ujar Ully disela-sela penampilannya.
Bukan hanya pesan-pesan yang disampaikan lewat karya-karyanya saja, malam itu juga Ully mengajak semua yang hadir untuk menyisihkan dana bagi para korban bencana alam. Pengumpulan dana dilakukan lewat kencleng yang disebar dan pelelangan lukisan berjudul Rindu karya E.S Edos. Jumlah dana yang terkumpul adalah sebesar 1.686.000 rupiah dan langsung disalurkan melalui posko Merah Putih.
Sebuah penampilan istimewa juga dihadirkan lewat kolaborasi pertama antara Ully Rusady, Ary Juliyant, Mukti Mukti dan Egi Fedly.  Lagu Hutan Rumah Kita milik Ully Rusady menjadi pembuka kolaborasi mereka, setelahnya dibawakan juga lagu Sangara (Hutan Kita Telah Habis ) milik Mukti Mukti, serta lagu Survival dari Ary Juliyant. Sementara lagu Musim Tanam yang pernah mengantarkan Ully bersama Kelompok Nyanyian Alam mendapatkan perhargaan di ajang World Oriental Music Festival (WOMF)di Sarajevo pada September 2005 lalu, menjadi penutup kolaborasi acara dan konser malam itu.(wai)

Photo : Esti Siti Amanah Gandana, Galeri Maya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar