Senin, 22 November 2010

Sorasada

 

SorasadaKembali membawa pesan/naskah Kabuyutan/Raja-Raja Sunda melalui lagu-lagu.

"Sorasada", Menggugah Sunda dengan Musik

LAYAR pentas terbuka pelan. Mengikuti gerak kain layar. Suara kecapi
terdengar ritmis. Lalu vokal Wulansari, terdengar pelan dan panjang.
Suling mengembus seolah datang dari kejauhan. Layar terbuka
seluruhnya. Suasana syahdu, tapi juga terasa mistis. Dan itu bukan
lantaran seluruh musisi berbaju hitam, tapi lebih karena bangun
musikal yang mulai menekan.
KELOMPOK musik Sunda "Sorasada" menampilkan jenis musik "Jazz Sunda
Progresive" dalam penampilan mereka di Padepokan Seni Jawa Barat
Bandung, Jln. Peta Sabtu malam (4/11) 2006. Musik yang memadukan
"keyboard", bas, konga, "dogdog", kecapi, suling serta kendang ini
merupakan pertemuan musikal yang menarik dan dinamis.*M. GELORA SAPTA/"PR"

Terlebih ketika keenam vokalis perempuan (rampak sekar) bergantian
mengucapkan Hanamuni Hanamangke (Ada dulu ada sekarang, tak ada dulu
tak ada sekarang). Mereka mengucapkannya bergantian. Suasana terasa
sengaja dibiarkan mengendap. Pukulan dogdog, raung keyboard, embusan
suling, dan bas yang mengendap-endap. Seluruhnya terus berada dalam
perulangan yang ritmis, namun terasa makin syahdu dan mistis, terutama
dalam perulangan kata-kata Hanamuni Hanamangke.

Pada satu kelokan nada yang tak terduga, tiba-tiba tempo berubah
dengan sentakan pukulan dogdog dan kendang yang ritmis, juga
ketukan-ketukan konga yang dinamis. Suasana mendadak berubah menjadi
riang. Terlebih ketika penonton merenspons dengan tepuk tangan
mengikuti irama perkusi.

Akan tetapi mendadak semuanya kembali berubah tak terduga. Ketika
tempo dan irama semakin cepat serta riang, mendadak semua menemukan
akhirnya. Klimaks yang dibiarkan tergantung, tapi sangat impresif.

"Hanamuni Hanamangke", itulah nomor pertama dari suguhan kelompok
musik Sorasada dalam penampilan mereka di Padepokan Seni Jawa Barat
Bandung, Jln. Peta Sabtu malam (4/11). Sebuah komposisi yang
mengadopsi kesadaran tentang akar dan sejarah Sunda, hari ini dan masa
lalu. Dengan materi musik yang terdiri dari dog dog, konga, kecapi,
suling dan keyboard, kesadaran ini dengan menarik diungkapkan lewat
bangun dan suasana musikal yang syahdu dan mistis, juga menyimpan
karakternya yang dinamis, seolah hendak mempertautkan ruang masa dan
masa kini.

Sebagai sebuah kelompok musik Sunda, Sorasada memang masih terbilang
baru. Namun kelompok yang menyebut jenis musiknya sebagai Jazz Sunda
Progresive ini, terasa telah memiliki karakternya yang jelas. Dan itu
didukung oleh kemampuan musikal para personelnya yang rata-rata
bukanlah orang-orang kemarin sore dalam musik tradisi Sunda; Yuyus
Ertano (konga, dog dog) Asparasepta (kendang), Oki GPL(kohkol), Iing dan
Tedi (kecapi), Ganjar Noor (bas), Apipudin (dog dog).

Seperti juga Zithermania dan Samba Sunda, Sorasada adalah kelompok
yang mencoba menghadirkan estetika musik lewat pemahaman yang lebih
terbuka pada seluruh tradisi musik, tanpa kehilangan karakternya
sebagai musik yang bernuansa Sunda. Memadukan keyboard, bas, konga,
dan dogdog, kecapi, suling serta kendang, merupakan pertemuan musikal
yang menarik dan dinamis. Instrumen yang berbeda budaya itu saling
memberi mengisi dan memberi makna dalam warna musik Sunda.

Inilah yang juga terasa dalam nomor "Pamuda Sunda". Nomor ini
merupakan sebuah lagu rakyat (folk song) yang berasal dari Baduy.
Vokal Asparasepta dengan syair bahasa Baduy membuka nomor ini, untuk
lantas disambung dengan gemuruh pukulan dogdog yang ritmis dan cepat,
juga suling yang melengking. Pada nomor pendek ini terasa komposisi
mengalir dalam struktur yang apik. Estetika bunyi dan kesadaran tema
yang hendak disampaikan terasa perhubungannya.

Mengolah musik untuk menghadirkan gagasan kesadaran tentang Sunda,
inilah yang menjadi keberangkatan Sorasada dalam penampilan mereka
malam Minggu kemarin. Delapan nomor yang mereka mainkan malam itu,
seluruhnya bertemakan kesadaran tentang Sunda.

Seperti juga nomor "Pamuda Sunda", nomor "Sunda Sawawa" juga hendak
menghadirkan semacam "panggeuing". Lirik lagu ini bertutur tentang
keindahan tanah Sunda dalam irama yang riang dan dinamis. Cabikan bas
Ganjar saling berinteraksi dengan pukulan konga Yuyus Ertano dalam
nada-nada tinggi, untuk lalu pelan kembali merendah dengan peralihan
yang manis.

Peralihan tempo yang tak terduga dalam irama yang lincah, inilah yang
selalu dilakukan, yang berpadu dengan kekompakan para vokalis rampak
sekar. Mereka mampu larut dan masuk ke dalam setiap perpindahan irama
dan tempo, tanpa kehilangan kontrol vokal dan kekompakannya. (Ahda
Imran)**

Saksikan Perfom kami dengan pesan-pesan kabuyutan dan raja-raja sunda
Tanggal 8 Dsember 2010 di Bumi Sangkuriang Jl. Kiputih Ciumbuleuit Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar